SIKAP MENTAL ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK
Ada beberapa pengertian tentang
sikap mental yang dikemukakan oleh para ahli ( lihat buku : Mengatasi
Krisis Perusahaan, Solusi Melalui Pengembangan Sikap Mental).
Penulis mencoba merangkum dan membuat definisi sikap mental dengan
mengambil komponen-komponen persamaan penting yang terdapat dalam
definisi-definisi tersebut.
Sikap mental adalah konsepsi perilaku
yang muncul dari jiwa seesorang sebagai reaksi atau dasar situasi yang
mempengaruhinya. Sebagai contoh, seorang ayah mempunyai kebiasaan
menceritakan kejelekan anak di depan tamu-tamunya seperti , yang malas
belajar, yang sering nonton TV, padahal si anak ada di dekatnya. Hal ini
dilakukan mungkin karena sang ayah ingin menyentil atau memberikan
rangsangan kepada si anak agar dia mau menghilangkan kebiasaan buruknya
dan akan berubah menjadi lebih baik, atau bermaksud agar tamunya dapat
ikut memberikan nasihat kepada anaknya supaya mau berubah. Namun
kenyataannya sang anak merasa tersinggung, malu dan sakit hati karena
telah dipermalukan di depan orang lain. Hasilnya, si anak bukannya
meningkatkan diri melainkan menunjukkan sikap perlawanan pada orang tua
dengan meneruskan kebiasaan buruknya.
Sering kita beranggapan bahwa yang harus
dijunjung tinggi dan dohormati adalah orang-orang tua. Padahal yang
harus pula dijaga kehormatannya adalah semua orang, termasuk kehormatan
dan kewibawaan anak serta tidak untuk dilecehkan atau dipermalukan yang
akibatnya justru akan memberikan perlawanan bukannya menjadi penurut.
Seorang ayah atau orang tua yang sering tau berkali-kali menunjukkan
serta menceritakan kelemahan, kekurangan atau kejelekan anaknya kepada
orang lain atau dimuka umum, maka ayah tersebut dapat dikatakan
mempunyai sikap mental negative dalam mendidik anaknya. Sikap mental
bercirikan sebagai tindakan spontan yang sudah terpateri dalam jiwanya.
Sebuah contoh kecil, seorang anak pulang sekolah dengan membawa hasil
ulangan matemtikanya dengan wajah ketakutan, karena hasil nilainya
jelek. Mengetahui hal itu sang ayah langsung marah-marah, “ Kamu ini…
belajar nggak pernah bener!. Bapak capek-capek cari uang untuk
menyekolahkan kamu!. Tapi nilai ulangan selalu jelek, dasar
goblok!.Alhasil si anak tidak mendapatkan nilai yang lebih baik, ia
belajar bukannya dengan rasa senang namun dengan penuh keterpaksaan.
Sikap mental ayah yang demikian adalah
salah, karena ia hanya bisa memari bukannya memberikan pengertian.
Padahal dengan marah-marah tidak akan bisa menyelesaikan persoalan,
bahkan adrenalin yang ada dalam tubuhnya akan menjadi lebih banyak,
beban jantung dan stress meningkat, dan pencernaan terganggu. Keputusan
yang diambil pada saat marah pastilah menghasilkan tindakan yang tidak
bijaksana.
Bagaimanakah tindakan sang ayah yang
seharusnya?. Sebaiknya ayah mencari tahu terlebih dahulu apa penyebabnya
anak mendapat nilai jelek sebelum memvonis negative kepada anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar