Selasa, 06 Maret 2012

 

 

SIKAP MENTAL ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK

Ada beberapa pengertian tentang sikap mental yang dikemukakan oleh para ahli ( lihat buku : Mengatasi Krisis Perusahaan, Solusi Melalui Pengembangan Sikap Mental). Penulis mencoba merangkum dan membuat definisi sikap mental dengan mengambil komponen-komponen persamaan penting yang terdapat dalam definisi-definisi tersebut.
Sikap mental adalah konsepsi perilaku yang muncul dari jiwa seesorang sebagai reaksi atau dasar situasi yang mempengaruhinya. Sebagai contoh, seorang ayah mempunyai kebiasaan menceritakan kejelekan anak di depan tamu-tamunya seperti , yang malas belajar, yang sering nonton TV, padahal si anak ada di dekatnya. Hal ini dilakukan mungkin karena sang ayah ingin menyentil atau memberikan rangsangan kepada si anak agar dia mau menghilangkan kebiasaan buruknya dan akan berubah menjadi lebih baik, atau bermaksud agar tamunya dapat ikut memberikan nasihat kepada anaknya supaya mau berubah. Namun kenyataannya sang anak merasa tersinggung, malu dan sakit hati karena telah dipermalukan di depan orang lain. Hasilnya, si anak bukannya meningkatkan diri melainkan menunjukkan sikap perlawanan pada orang tua dengan meneruskan kebiasaan buruknya.
Sering kita beranggapan bahwa yang harus dijunjung tinggi dan dohormati adalah orang-orang tua. Padahal yang harus pula dijaga kehormatannya adalah semua orang, termasuk kehormatan dan kewibawaan anak serta tidak untuk dilecehkan atau dipermalukan yang akibatnya justru akan memberikan perlawanan bukannya menjadi penurut. Seorang ayah atau orang tua yang sering tau berkali-kali menunjukkan serta menceritakan kelemahan, kekurangan atau kejelekan anaknya kepada orang lain atau dimuka umum, maka ayah tersebut dapat dikatakan  mempunyai sikap mental negative dalam mendidik anaknya. Sikap mental bercirikan sebagai tindakan spontan yang sudah terpateri dalam jiwanya. Sebuah contoh kecil, seorang anak pulang sekolah dengan membawa hasil ulangan matemtikanya dengan wajah ketakutan, karena hasil nilainya jelek. Mengetahui hal itu sang ayah langsung marah-marah, “ Kamu ini… belajar nggak pernah bener!. Bapak capek-capek cari uang untuk menyekolahkan kamu!. Tapi nilai ulangan selalu jelek, dasar goblok!.Alhasil si anak tidak mendapatkan nilai yang lebih baik, ia belajar bukannya dengan rasa senang namun dengan penuh keterpaksaan.
Sikap mental ayah yang demikian adalah salah, karena ia hanya bisa memari bukannya memberikan pengertian. Padahal dengan marah-marah tidak akan bisa menyelesaikan persoalan, bahkan adrenalin yang ada dalam tubuhnya akan menjadi lebih banyak, beban jantung dan stress meningkat, dan pencernaan terganggu. Keputusan yang diambil pada saat marah pastilah menghasilkan tindakan yang tidak bijaksana.
Bagaimanakah tindakan sang ayah yang seharusnya?. Sebaiknya ayah mencari tahu terlebih dahulu apa penyebabnya anak mendapat nilai jelek sebelum memvonis negative  kepada anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar